Anda Bisa Bantu Infokan tentang SMB (Sekolah Minggu Buddhis)???

Kami (Blog "Buddha Pedia") sedang mencoba menampilkan cerita aktivitas SMB (Sekolah Minggu Buddhis) di berbagai daerah di Indonesia. Dari daerah mana? SMB dari daerah mana pun. Sebenarnya kami lebih fokus SMB yang berada di desa-desa, yang selama ini agak jauh dari pemberitaan. SMB dari Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, sampai Papua.

Untuk apa? Kami ingin agar orang-orang tau keberadaan SMB di berbagai tempat di Indonesia. Kami ingin agar para orangtua lebih peduli tentang pendidikan agama Buddha (memberikan bekal Dhamma sejak dini kepada buah hati mereka). Ternyata ada lho SMB di kota atau desa tempat Anda tinggal. Acaranya asyik dan seru. Semoga putra-putri Anda tertarik untuk ikut belajar Dhamma dengan cara yang menyenangkan.

Apakah Anda Kakak Pembina SMB? Atau Anda mengenal Kakak Pembina SMB di kota/desa tempat tinggal Anda? Jika iya, boleh dong informasikan kepada kami. Kalau bisa nomor WA Kakak Pembinanya. Kami akan hubungi mereka dan melakukan "wawancara" via WA. Atau boleh juga infokan IG mereka kepada kami.

Bagaimana caranya? Klik saja:
Hubungi Kami, lalu tinggalkan pesan: nama Kakak Pembina SMB, juga nomor WA atau IG Kakak Pembina, lebih bagus disertai kota tempat tinggal kepada Admin WA "Buddha Pedia" berinisial JR. 

Anumodana atas perhatian dan bantuan Anda.


Catatan:
Anda ingin membaca tulisan tentang SMB yang sudah pernah dimuat di blog "Buddha Pedia"? Silakan lihat sisi kiri  blog, klik tulisan "Seputar SMB
" yang ada di bawah tulisan "Label". Angka di belakang tulisan "Seputar SMB" itu adalah jumlah tulisan tentang "Seputar SMB". Atau bisa juga klik: "Seputar SMB"

Jika sudah baca sampai akhir, Anda masih ingin baca tulisan lain tentang "Seputar SMB", silakan klik "Postingan Lama". 

Kalau klik "Beranda"? Itu akan mengantar Anda ke halaman utama blog "Buddha Pedia".

Melihat Aktivitas SMB Vihara Avalokitesvara Muara Enim

Kali ini kita akan melihat aktivitas SMB (Sekolah Minggu Buddhis) di Vihara Avalokitesvara, Muara Enim (Sumatera Selatan).

Di vihara ini setiap hari Minggu ada kegiatan SMB. Kegiatan SMB berlangsung pukul 08.30 hingga 10.00 WIB. Kecuali ada latihan nyanyi, mungkin bisa sampai sekitar pukul 11.00 WIB.

Anak-anak yang mengikuti SMB dari usia prasekolah, SD, hingga SMP. Siswa yang aktif mengikuti SMB di sini sekitar 40 siswa. Saat perayaan hari besar, jumlahnya bisa lebih banyak lagi.

Cici Koko yang aktif sebagai pembina SMB ada lebih dari 5 orang.

Kegiatannya antara lain pujabakti, nyanyi, ceramah Dhamma oleh guru sekolah Minggu, sesi tanya jawab, lalu berdana. Terkadang ada games untuk menarik perhatian anak-anak yang ikut SMB.

Selesai kegiatan SMB, anak-anak mendapatkan snack, kadang juga makanan berat berupa makanan khas dari sini: model, tekwan, celimpungan, atau nasi goreng. Makanan dan snack ini berasal dari 
donatur atau dari kas vihara atau kas SMB.

Bagi Anda (umat Buddha) yang tinggal di Kota Muara Enim, ayo ajak putra-putri Anda ikut SMB. Untuk mengetahui info tentang Vihara Avalokitesvara, Muara Enim dan SMB, silakan klik tautan InstaGram berikut: 
Vihara Avalokitervara dan IPGABI Muara Enim. (Ovianna Angelica)

Di bawah ini foto dan video kegiatan SMB Avalokitesvara Muara Enim. 

 

Untuk memperbesar tampilan, silakan klik pada gambar.








 Video Kegiatan SMB Vihara Avalokitesvara, Muara Enim

 

Cerpen Buddhis: Mesin Waktu

Jaya Ratana

 

Suara burung berkicau di antara ranting-ranting pohon Bodhi menyambut Dina yang baru saja tiba di vihāra. Hari ini Dina tampak lebih antusias daripada biasanya. Biasanya ada perasaan malas ketika terbangun di hari Minggu pagi. Mengapa? Hari Minggu itu seharusnya waktu untuk bermalas-malasan, me time.

Boleh bangun agak siang. Boleh menghabiskan waktu dengan mendengarkan musik, scrolling medsos, nonton drakor, pokoknya waktu untuk bersantai. Senin sampai Jumat sudah capek kuliah, Sabtu digunakan untuk menyelesaikan semua tugas kuliah, termasuk bebersih kamar kost.

“Masa’ sih hari Minggu nggak boleh santai?” begitu pikiran yang selalu terlintas di benak Dina sejak dulu. Meski begitu, Dina hampir tidak pernah merasakan me time dengan bermalas-malasan. Why? Dina harus ke vihāra untuk mengikuti pujabakti. Memang sih sekarang Dina tidak tinggal satu kota dengan kedua orang tuanya, tapi di kota ini, tepatnya di vihāra ini, juga ada Ria. Ria berasal dari vihāra dan kota yang sama! Gawatnya lagi, orang tua mereka saling kenal. Wuih … bakal rame tuh kalau sampai ortu Dina dapat kabar bahwa Dina jarang ke vihāra.

Lantas, mengapa hari ini Dina antusias dan wajahnya ceria saat tiba di vihāra? Dina terpilih jadi ketua Sekolah Minggu Buddhis (SMB). Minggu lalu masih masa peralihan pengurus lama dan pengurus baru. Dina hanya mengamati ketua lama dan stafnya mengajar SMB. Begitu antusiasnya Dina mengajar SMB? Bukan, ada seorang gadis mungil bernama Jessica yang menarik perhatiannya.

Cantik, lucu, menggemaskan. Jessica baru kelas 1 SD. Tingkah lakunya mengingatkan Dina kepada keponakannya yang bernama Visākhā. Dina kangen dengan keponakannya? Tentu saja, Dina sangat kangen keponakan tersayang. Sayangnya Dina sudah tak bisa bertemu lagi dengan keponakannya itu karena Visākhā telah meninggal tahun lalu karena kanker darah!  

*  *  *  *  *

“Adik-adik, ayo siapa yang tau, dari film kartun tadi, siapa yang baik?” tanya Dina kepada anak-anak SMB prasekolah hingga kelas 3 SD yang diajarnya. Sebagai ketua SMB, Dina yang mengatur stafnya. Siapa yang mengajar kelompok prasekolah hingga kelas 3 SD, kelas 4 hingga kelas 6, SMP, dan SMA. Dina sengaja memilih kelompok yang ada Jessica.

Waktu satu setengah jam terasa berlangsung cepat. Pujabakti dan pelajaran Dhamma untuk anak SMB sudah selesai. Sekarang tinggal membagikan snack kepada mereka. Ini waktu yang Dina tunggu-tunggu. Dina bisa lebih fokus kepada Jessica.

Memang sejak mengamati pengurus lama mengajar, Dina sudah coba mendekati Jessica dan berusaha menarik perhatiannya. Ajaibnya Jessica cepet banget nempel kepada Cici Dina. Hari ini, selama menonton film kartun, Jessica duduk di pangkuan Cici Dina! Juga saat Dina melakukan interaksi tanya jawab tentang cerita di film kartun tadi, Jessica tetap duduk di pangkuannya. Meski begitu, Dina harus tetap “profesional” sebagai guru dengan memberi perhatian kepada semua anak SMB.

Dina menyuapi Jessica makan puding. Di sela-sela menyuapi Jessica, Dina terus memandangi wajah Jessica. “Kok wajah, tingkah laku, dan gaya bicaramu mirip sekali dengan Visākhā?” batin Dina. Mulai hari ini dan setiap Minggu yang akan, Dina akan serasa berada di mesin waktu yang membawanya ke masa lalu untuk bertemu, melepas rindu, dan bermain dengan “keponakannya”. “Visākhā, semoga engkau terlahir di alam bahagia,” doa Dina dengan mata berkaca-kaca.


Dikutip dari Buletin KCBI edisi Februari 2024 halaman 15/16 karya Jaya Ratana (penulis bisa dihubungi dengan cara klik tulisan nama penulisnya).

Berkunjung ke SMB Cetiya Sasana Dhamma, Kec. Periuk, Kota Tangerang

Adik-adik, kali ini kita berkenalan dengan teman-teman kita di SMB (Sekolah Minggu Buddhis) Cetiya Sasana Dhamma, Tangerang. SMB di sini bernama SMB Katanu Katavedi.

Saat ini siswa SMB Katanu Katavedi berjumlah 28 orang, terdiri dari: siswa pra sekolah = 3 anak, TK: 2 anak, SD: 20 anak, SMP: 3 anak, dan SMA: 6 anak. 

SMB ini diasuh oleh 6 orang Cici Koko yakni: Darren, Angel, Yolita, Yorin, Hanny, dan Arum. Saat ini SMB diketuai oleh Darren. Oh iya, SMB berlangsung setiap hari Minggu pukul 09.30 WIB.

Cetiya ini berlokasi di  Jl. Kampung Bayur No. 30, RT 003 RW 004 Periuk Jaya, Kecamatan Periuk, Kota Tangerang 15131, Provinsi Banten.

Seperti biasa, umat Buddha datang ke vihara atau cetiya pada hari Minggu untuk mengikuti pujabakti. Orang dewasa mengikuti pujabakti dan anak-anak mengikuti Sekolah Minggu Buddhis (SMB).

Bekal Dhamma memang seharusnya diberikan kepada anak-anak Buddhis sejak usia dini. Di sinilah seharusnya peran orangtua Buddhis dalam memberikan fondasi keyakinan kepada anak-anak mereka.

Anak-anak akan diberikan pengetahuan Dhamma dengan cara yang menyenangkan, diselingi permainan, lagu, atau terkadang menyaksikan film. Selain mendapatkan pengetahuan Dhamma, anak-anak juga dapat belajar bersosialisasi. 

Kamu seorang Buddhis tapi belum pernah ikut SMB? Ayo minta orangtuamu untuk mengantarkan kamu ikut SMB yang ada di kotamu. Cici Koko (Kakak Pembina SMB) akan menyambut gembira kedatanganmu.

Selain mengenal Dhamma, belajar aneka ketrampilan, dan mendapatkan banyak teman, setelah acara SMB selesai, anak-anak biasanya akan mendapatkan snack yang disediakan dari uang kas atau dari sumbangan donatur

Ayo adik-adik, kita harus terus bersemangat belajar Dhamma. (Dedi Susanto). 

 

Untuk memperbesar tampilan foto, silakan klik fotonya.

Anak-anak SMB Cetiya Sasana Dhamma, Jl. Kampung Bayur, Periuk Jaya, Kec. Periuk, Kota Tangerang, Banten (Minggu, 28 Januari 2024)

 

Pujabakti di Cetiya Sasana Dhamma, Kota Tangerang, Banten (Sabtu, 27 Januari 2024)

Cerpen Buddhis: Mengenangmu ....

Jaya Ratana


Jalan raya di depanku tampak mulai ramai. Aku duduk sendiri di bangku berbahan semen yang disediakan untuk mereka yang menunggu angkot, angkutan kota. Aku bukan sedang menunggu angkot, aku baru saja turun dari ojol. Duduk sendiri menunggu mal buka. Mungkin masih sekitar 1 jam lagi mal baru buka. Aku memang datang agak kepagian, meski aku sudah tau mal belum buka.

Fajar yang dingin membangunkanku. Di luar kamar masih terdengar rintik air hujan. Aku segera bangun, mandi, dan bergegas akan pergi. Sandra, sepupuku membuka pintu kamarnya ketika aku pamit. Tampaknya Sandra masih belum sadar sepenuhnya. “Henny, mal belum buka sepagi ini,” Sandra mengingatkanku. “Sekalian mau jalan-jalan dulu menikmati udara pagi,” jawabku.

Hmmm … aku tidak jujur kepada Sandra. Tidurku tak nyenyak. Aku ingin segera sampai ke mal ini. Untuk apa? Hanya untuk napak tilas perjalananku dengan Dita, sahabat terbaikku. Di sini, di mal inilah kami berkenalan. Di sinilah kami sering menghabiskan waktu sepulang dari pujabakti di vihāra.

Waktu itu kami secara tak sengaja ‘bertabrakan’ saat sedang berjalan di dalam mal. Setelah saling mengucap kata, “Maaf,’ kami baru menyadari, ternyata kami satu vihāra. Kami saling mengenal wajah tapi tak pernah berkenalan secara langsung sehingga kami tak saling kenal nama. Dulu, dalam hati aku ingin sekali berkenalan, tapi aku tak pernah memulainya.

Singkat kata, sejak insiden kecil tak disengaja itu, kami berkenalan dan akhirnya akrab. Setiap selesai pujabakti di vihāra, kami berjalan kaki menuju mal ini. Vihāra tempat kami pujabakti memang sangat dekat dengan mal ini, salah satu mal tertua di kota ini.

Iya, sejak saat itu aku dan Dita jadi sahabat. Kami sama-sama orang perantauan. Aku kuliah di kota ini, Dita bekerja di kota ini. Dita berasal dari Bekasi, aku dari Palembang. Umur kami sama.

Kami seperti tak terpisahkan. Entah mengapa, meski belum lama mengenalnya, aku cepat akrab dengannya. Kami seperti teman lama yang baru bertemu lagi. Dita pun merasakan hal yang sama. Mungkinkah di kehidupan lampau kami memang bersahabat? Mungkin saja kami sahabat, saudara kandung, atau anak dan orang tua, nggak ada yang tau.
 
Dita langsung bekerja setelah menyelesaikan SMA-nya. Aku kuliah di kota yang sama. Sejak kenal dengan Dita, aku lebih ceria. Sebenarnya aku pendiam dan introvert, akhirnya punya sahabat yang jadi teman untuk berbagi cerita dan curhat. Kami punya satu kesamaan, sama-sama anak tunggal. Hanya saja, aku masih memiliki orang tua lengkap, Dita yatim piatu.

Selesai kuliah, aku melanjutkan ke S2 ke Australia. Kami terus berhubungan via WA dan video call. Akhir tahun lalu, tiba-tiba saja aku mendapat kabar dari sepupunya, Dita telah pergi untuk selamanya. Saat itu aku memang tak berencana berlibur ke Indonesia karena banyak tugas yang harus aku kerjakan. Aku coba usahakan untuk pulang, tapi aku tak mendapatkan tiket karena memang high season, menjelang Natal dan tahun baru. Aku hanya bisa menangis sendiri di kamarku.

Tahun ini aku kembali ke Indonesia. Kusempatkan mampir ke mal tempat kami biasa menghabiskan waktu bersama. Hanya ini yang bisa kulakukan, mengenang semua kebersamaan yang begitu indah. Dita, aku tak tau harus ke mana menemuimu. Kau dikremasi dan abumu dilarung di Pantai Ancol. Tak ada makam, tak ada nisan.

Iya, semua yang ada di dunia ini tak ada yang abadi. Factory outlet di seberang mal ini, tempat Dita membelikanku jaket sebelum aku berangkat, sekarang sudah tutup. Resto fast food ayam goreng tempat aku mentraktir Dita yang berulang tahun juga sudah bangkrut. Bukan hanya itu, Dita, sahabat terbaikku pun sudah tak ada. “Aku kangen kamu Dita ….”

Gate gate pāragate pārasaṃgate bodhi svāhā - menyeberang, menyeberang, menyeberanglah sampai ke pantai seberang.

Kulihat pintu mal telah dibuka, aku berdiri, lalu melangkahkan kaki, aku seolah memasuki lorong waktu. Berjalan sendiri, mengenang semua tempat yang pernah kami kunjungi dengan segala cerita indah yang pernah kami jalani bersama.

*  *  *  *  *

“Mengenang seorang sahabat terbaikku yang telah pergi. Semua kenangan tentang kebaikanmu, kepedulianmu, dan kedermawananmu selalu jadi inspirasi hidupku.”


Dikutip dari Buletin KCBI edisi Desember 2023 halaman 41/42 karya Jaya Ratana (penulis bisa dihubungi dengan cara klik tulisan nama penulisnya).

Cerpen Buddhis: Anicca

Jaya Ratana

 

Jam di ponsel-ku menunjukkan pukul 11.30 WIB, Minggu, 19 Desember 2038. Aku sedang duduk di sofa, mengamati sekelilingku. Tak banyak yang berubah. Di depanku ada gazebo, dan di depannya ada perpustakaan. Di sisi kiriku ada kolam ikan. Suara umat membaca paritta di Dhammasala masih terdengar.

Foto John tampak di layar ponselku yang menyala, tanda ada panggilan masuk. Untung saja ponsel-ku mode silent. Kuangkat telepon dari putra sulungku. “Pa, pujabaktinya sudah selesai?” tanya John. “Belum, kayaknya sebentar lagi. Sekarang sedang paritta Ettavata,” jawabku. “Oke Pa, sampai jumpa nanti malam,” tutup John. Sore ini John dan Jenny istrinya baru akan terbang dari Bandara Changi ke Bandara Soeta.

Hari ini aku mengantar kedua cucuku, Jessica dan Richard ke vihāra untuk ikut Sekolah Minggu Buddhis (SMB). Roy, putra keduaku sakit. Rissa, istri Roy tidak ikut ke vihāra karena harus menyiapkan sarapan untuk Roy.

Sejak kepindahan kami ke Singapura, aku, John, dan Roy jarang bertemu teman-teman kami. Maklumlah, semua punya kesibukan masing-masing. Tiga tahun terakhir kami tidak pulang ke Indonesia. Saat liburan, cucu-cucuku selalu minta liburan ke Eropa.
 
Pujabakti sudah selesai. Aku menyalakan suara ponsel-ku. Suasana ramai, tapi tak berlangsung lama. Setelah ngobrol basa-basi, umat meninggalkan vihāra karena berbagai keperluan masing-masing.

Suasana kembali sunyi. Sayup-sayup terdengar lagu Buddhis, “Sang Guru” dari ruang SMB yang tertutup rapat. Lagu ini mengantarkan pikiranku ke masa silam. Sekitar 15 tahun lalu, aku selalu memutar lagu ini bersama lagu Buddhis lain di rumah kami saat menjelang Waisak.

Ini salah satu lagu favorit Celine, istriku. Alangkah bahagianya jika saat ini Celine duduk di sampingku menunggu cucu kami yang ikut SMB. Aku yakin, kami pasti duduk di sofa ini jika tidak datang bersama kedua putra kami. Kaki kami sudah tidak kuat untuk naik tangga tanpa dituntun. Kami pasti akan duduk di sofa ini usai pujabakti, seperti kebiasaan kami belasan tahun lalu.

Waktu terasa berlalu begitu cepat. Tiba-tiba saja kedua putraku sudah selesai kuliah, bekerja, berkeluarga, dan punya anak, aku sudah jadi kakek. Namun, terkadang aku merasa waktu berjalan sangat lambat. Kesedihan dan kesepian sangat menyiksaku sejak ditinggal Celine, belahan jiwaku.  

“Sampaikan pada jiwa yang bersedih, begitu dingin dunia yang kau huni, jika tak ada tempatmu kembali, bawa lukamu biar aku obati, ...” nada dering ponsel-ku berbunyi. Aku kembali ke dunia nyata setelah lamunan panjang tentang kenangan bersama Celine. Telepon dari Aldi, temanku yang mengajak ketemuan.

Aku sangat suka lagu “Jiwa yang Bersedih” yang dipopulerkan Ghea Indrawari pertengahan tahun 2023 itu. Terdengar sedih, namun aku menikmatinya meski air mata menggenang di kedua mataku. Aku suka nadanya, juga syairnya, “Menangislah, ‘kan kau juga manusia, mana ada yang bisa, berlarut-larut, berpura-pura sempurna, ....”

“Yeye* ...,” teriak Jessica dan Richard yang baru keluar dari ruang SMB. Aku cepat-cepat menyeka air mata. Anicca, segala sesuatu yang berkondisi tidaklah kekal. Istilah ini sudah lama aku kenal dari buku Dhamma. Sangat mudah diucapkan saat kita menasihati orang lain. Ketika mengalaminya sendiri, sering kali kita sulit menerimanya.

“Celine, semoga terlahir di alam bahagia,” ucapku lirih.


* Yeye = panggilan untuk kakek dari pihak Papa dalam bahasa Mandarin.

 

Dikutip dari Buletin KCBI edisi November 2023 halaman 26/27 karya Jaya Ratana (penulis bisa dihubungi dengan cara klik tulisan nama penulisnya).

Mengenal TP Vidyasagara, SMB di Vihara Vimala Dharma, Bandung

Taman Putra Vidyasagara atau biasa disebut TP Vidyasagara adalah SMB (Sekolah Minggu Buddhis) di Vihara Vimala Dharma, Bandung.

Anak-anak Buddhis setiap hari Minggu mengikuti kegiatan TP (belajar Dhamma dengan cara yang menyenangkan) dibimbing Cici dan Koko Pembina. Ketika orangtua mereka ikut pujabakti dilantai 2, anak-anak belajar Dhamma di TP Vidyasagara.

Kegiatan TP dimulai pukul 10.00. Pertama-tama anak-anak melaksanakan pujabakti terlebih dahulu. Setelah itu mereka akan belajar Dhamma. Dhamma yang disampaikan bisa dalam berbagai cara seperti story telling, menyanyikan lagu Buddhis, menonton film, permainan, dan lain-lain. Sesekali adik-adik juga diajarkan membuat aneka kerajinan, dan juga ada perayaan ulang tahun bersama.

Ayo Papa dan Mama, luangkan waktu di hari Minggu, ajak anak-anak untuk ke vihāra/cetiya untuk belajar Dhamma sejak dini. Beri mereka kesempatan belajar Dhamma dan menjalani kehidupan ini sesuai Dhamma.

Selesai mengikuti SMB anak-anak mendapatkan snack yang disediakan dari uang kas atau dari sumbangan donatur. Semoga anak-anak terus bersemangat belajar Dhamma. (HFJ)


Video TP Vidyasagara 1, klik: TP Vidyasagara 

Video TP Vidyasagara 2, klik:  TP Vidyasagara


Sumber foto dari IG TP Vidyasagara, video dari Cici Pembina 

Berkunjung ke SMB Cetiya Dhammajala, Depok

Kali ini kita mengunjungi SMB (Sekolah Minggu Buddhis) Cetiya Dhammajala, Depok. Di SMB ini totalnya ada sekitar 30 anak. Tapi tiap minggunya yang hadir berkisar antara 10 hingga 20 anak. SMB ini dibimbing oleh Bu Tasya.

Seperti SMB pada umumnya, setiap Minggu anak-anak belajar Dhamma dengan cara yang menyenangkan. Selain mendengarkan Dhamma yang diberikan Kakak Pembina SMB, terkadang juga mereka belajar menyanyikan lagu-lagu Buddhis.

Ayo Papa dan Mama, luangkan waktu, ajak anak-anak untuk ke vihāra/cetiya untuk belajar Dhamma sejak dini. Beri mereka kesempatan belajar Dhamma dan menjalani kehidupan ini sesuai Dhamma.

Selesai SMB anak-anak mendapatkan snack yang disediakan dari uang kas Cetiya Dhammajala atau dari sumbangan donatur. Semoga anak-anak terus bersemangat belajar Dhamma. (RNCD)

 

Foto bersama anak-anak dan Kakak Pembina SMB Cetiya Dhammajala, Depok